Pasangan “Jabar Asyik” Optimistis Menang Di Pilkada Jabar
porospos.Bandung – Pasangan Jabar Asyik diyakini bisa memenangi Pilkada
Jabar meski hasil survei, elektabilitas pasangan ini sering tak memihak.
“Bagi kami, hasil survei itu hanya jadi cermin, bukan kenyataan karena
banyak pasangan menang di survei, tapi tidak dilantik,” ungkap Ketua Tim
Pemenangan Asyik, Haru Shuandaru di Bandung.
Sejumlah hasil survei selalu menempatkan pasangan Ridwan Kamil-Uu
Ruzhanul Ulum (Rindu) dan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi (Deddy-Dedi) di
posisi teratas. Handru memprediksi kuat hasil itu akan berbalik arah.
Pasangan Jabar Asyik bertekad menyalip pasangan Rindu dan DM4Jabar serta
mengulang kisah sukses Ahmad Heryawan (Aher) di Pilkada Jawa Barat 2008
dan 2013.
Lebih lanjut Haru menambahkan, keyakinannya tersebut didasari oleh
hasil survei internal yang menunjukkan elektabilitas Asyik yang terus
menunjukkan tren positif mendekati jadwal pencoblosan pada 27 Juni 2018
mendatang.
Meski tak menyebutkan berapa angka pasti hasil survei internal
tersebut, Haru menegaskan, sejak dideklarasikan sebagai pasangan calon
gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat, pasangan nomor urut 3 itu terus
menuai dukungan. “Kami tidak akan menyia-nyiakan waktu yang tersisa ini.
Semua kader, relawan akan bekerja keras menyosialisasikan Asyik,”
tuturnya. Haru mengatakan, hasil survei yang dirilis sejumlah lembaga
survei bukanlah jaminan bahwa pasangan calon yang ditempatkan di posisi
teratas sebagai pemenang.
Terlebih, kenyataan sejarah membuktikan bahwa dua kali Pilkada Jawa
Barat pasangan pemenang survei akhirnya kalah saat hasil pencoblosan
diumumkan. “Seperti fenomena Kang Aher di Pilgub 2008 dan 2013 di mana
Kang Aher bukan pemenang survei,” tuturnya. Berbagai macam alasan,
lanjut Haru, dapat menjadi faktor kekalahan suatu pasangan. Salah satu
faktor yang menonjol, menurut dia, adalah kasus hukum yang menjerat
pasangan calon maupun keluarganya.
Menurut Haru, hal tersebut menyebabkan pasangan calon tertentu tak
bisa melanjutkan pertarungannya di ajang pemilihan kepala daerah
(pilkada) dan ditinggalkan pendukungnya. “Apa saja bisa terjadi, bisa
saja jadi tersangka OTT (operasi tangkap tangan), bisa yang bersangkutan
ataupun keluarganya. Banyak contoh kasus seperti itu,” ucapnya.
Komentar
Posting Komentar